Semua orang tua tentu mengharapkan keshalihan bagi anaknya. Maka
hal yang lumrah jika disetiap acara waliatul ‘aqiqah selalu diselipkan
permohonan doa supaya kelak anak tersebut menjadi anak yang shalih.
Haya saja, persepsi tentang seperti apa anak shalih itu
masih belum disepakati oleh umumnya orang tua. Dengan kata lain, tidak semua
orang tua paham, seperti apa hakikat dan karakter sesungguhnya anak yang shalih
itu. Sebagian bahkan beranggapan bahwa anak yang shalih itu selalu banyak teman
dan kalo perlu tidak memiliki musuh sama sekali. Padahal Nabi SAW yang paling
shalih diantara manusia tidak sepi dari musuh, baik dari setan jin maupun
manusia. Maka hendaknya orang tua menyadari konsekuensi dari pilihan dan
pengharapan untuk menjadikan anaknya sebagai anak yang shalih.
Di antara orang tua yang sudah mengetahui indikasi anak
shalih yang diharapkan, belum semua mengetahui bagaimana cara yang semestinya
ditempuh untuk mengantarkan anaknya menjadi anak yang shalih. Maka ada di
antara orang tua yang menginginkan anaknya shalih, namun dalam praktiknya
memberikan fasilitas kepada anak dengan perangkat-perangkat yang bertentangan
dengan nilai kesalihan, juga mendidik anak dengan didikan yang tidak ada kaitanya
dengan tahapan yang mengantarkan anak menjadi shalih.
Dari sekian banyak cara dan tips, ada cara yang sangat
efektif untuk menjadikan anak menjadi shalih, yakni dengan menshalihkan diri
sendiri terlebih dahulu. Ketika orang tua berusaha menshaihkan dirinya sendiri,
maka Allah akan menolong untuk menshalihkan anak-anaknya.
Sa’id bin Musayyib pernah berkata kepada anaknya, “Wahai
anaku, saya ingin sekali menambahkan (memanjangkan bacaan ayat) dalam shalatku,
diantaranya demi kebaikanmu, yang denganya aku bisa menjaga dirimu.” Lalu beliu
membaca firman Allah SWT
“sedang ayah mereka berdua adakah seorang yang shalih” (QS.
Al-Kahfi:82)
Yakni ketika orang tua menjaga keshalihannya, itu berarti
telah menjaga keshalihan anak-anaknya. Sebagaimana firman Allah SWT
“Dan hendaklah bertakwa kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khewatir terhadap (kesejahteraan) mereka.” (QS. An-Nisa:9)
Ayat tersebut Allah menunjukkan, ketika orang tua khewatir
meninggalkan keturunan yang lemah, maka hendaknya mereka bertaqwa kepada Allah
dalam semua perkara mereka, sehingga terjagalah anak keturunannya dan mendapat
pertolongan dari-Nya.
Tentang hal ini, Muhammad bin Munakadir ra berkata, “Sesungguhnya
Allah akan memlihara seorang anak melalui seorang ayah yang shalih, seorang
cucu melalui anak (yang shalih pula), dan memelihara negeri dimana mereka tinggal
di dalamnya serta wilayah yang mengelilinginya. Dan mereka semua senantiasa
berada dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah.”
Semoga Allah menjaga keshalihan dan kesejahteraan anak-anak
kita, Aamiin
(Abu Umar Abdillah)
(Abu Umar Abdillah)
Penulis :
Rudi
Sumber : Kalam Dakwah | Edisi 10 |
Tahun 1 | 2014M | 1436H
Posting Komentar
ss