AKAD
pernikahan bagi seorang wanita muslimah adalah janji ketaatan kepada Allah,
kemudian kepatuhan pada suami. Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
pernah berkata kepada seorang istri, saat wanita itu menjelaskan pelayanannya
terhadap suaminya selama ini,
Hushain
bin Mihshan berkata: “Bibiku berkisah padaku, ia berkata: “Aku pernah
mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam karena suatu kebutuhan,
beliaupun bertanya:”Wahai wanita, apakah engkau telah bersuami?” “Iya,”
jawabku. “Bagaimana engkau terhadap suamimu?” tanya beliau. “Aku tidak
mengurang-ngurangi dalam mentaatinya dan berkhidmat padanya, kecuali apa yang
aku tidak mampu menunaikannya,” jawabku.”Lihatlah di mana keberadaanmu terhadap
suamimu, karena dia adalah surga dan nerakamu,” sabda beliau. (HR. Ibnu Abi
Syaibah dan selainnya, dishahihkan sanadnya oleh Asy-Syaikh Al- Albani
rahimahullah dalam Adabuz Zifaf, hal. 179)
Artinya,
hadits ini bukan berbicara soal bahwa kebutuhan seks yang wajib dipenuhi oleh
pasangan itu hanyalah kebutuhan suami saja. Ini terkait soal kewajiban istri
patuh pada suami dalam hal yang dihalakan oleh Allah.
Berikut ciri-ciri istri shalihah berdasarkan Al-qur’an dan Hadits:
1. Patuh
dan taat kepada suaminya.
Apapun
titel, pekerjaan, pangkat dan kedudukan sang istri, di dalam rumah tangganya,
ia wajib patuh dan taat kepada suaminya. Patuh dan taat dalam konteks ini,
yaitu dalam batas-batas yang tidak menyimpang dari ajaran agama atau selama
suaminya masih menjalankan ketentuan-ketentuan Allah.
Perintah
taat kepada suami, dinyatakan Allah:
“Laki-laki
adalah pemimpin atas perempuan-perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian
mereka [laki-laki] atas sebagian yang lain [perempuan] dan dengan sebab sesuatu
yang telah mereka [laki-laki] nafkahkan dari harta-hartanya. Maka
perempuan-perempuan yang shaleh ialah yang taat lagi memelihara diri dibalik
belakang suaminya sebagaimana Allah telah memelihara dirinya.” [QS. 4:34]
2. Penuh
kasih sayang selalu kembali kepada suaminya dan mencari maafnya. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah aku beritahukan kepada kalian,
istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga yaitu istri yang penuh kasih
sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya
marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya
seraya berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam
Isyratun Nisa no. 257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy- Syaikh Al Albani
rahimahullah, no. 287)
3.
Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya,
tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
Berkhidmat
kepada suami ini telah dilakukan oleh wanita-wanita utama lagi mulia dari
kalangan shahabiyyah, seperti yang dilakukan Asma’ bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq
radhiallahu ‘anhuma yang berkhidmat kepada Az-Zubair ibnul Awwam radhiallahu
‘anhu, suaminya. Ia mengurusi hewan tunggangan suaminya, memberi makan dan
minum kudanya, menjahit dan menambal embernya, serta mengadon tepung untuk
membuat kue. Ia yang memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara
jarak tempat tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh1. (HR.
Bukhari no. 5224 dan Muslim no. 2182)
Demikian
pula khidmatnya Fathimah bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di
rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, sampai-sampai kedua
tangannya lecet karena menggiling gandum. Ketika Fathimah datang ke tempat
ayahnya untuk meminta seorang pembantu, sang ayah yang mulia memberikan
bimbingan kepada yang lebih baik: “Maukah aku tunjukkan kepada kalian berdua
apa yang lebih baik bagi kalian daripada seorang pembantu? Apabila kalian
mendatangi tempat tidur kalian atau ingin berbaring, bacalah Allahu Akbar 34
kali, Subhanallah 33 kali, dan Alhamdulillah 33 kali. Ini lebih baik bagi
kalian daripada seorang pembantu.” (HR. Al-Bukhari no. 6318 dan Muslim no.
2727)
4. Tidak
memberikan Kemaluannya kecuali kepada suaminya.
“Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman.” (an-Nuur: 2-3).
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk,” (al-Israa': 32)
“Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab
untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan
terhina,” (al-Furqaan: 68-69).
“Hai
Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan
janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri,
tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta
yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan
mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan
mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha
Pengampun lagi Maha Penyayang,” (al-Mumtahanah: 12).
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda, “Tiga jenis orang
yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka,
tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang
berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong,” (HR Muslim
no.107).
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rauslullah SAW. bersabda, “Tidaklah berzina
seorang pezina saat berzina sedang ia dalam keadaan mukmin,”
Masih
diriwayatkan darinya dari Nabi SAW. beliau bersabda, “Jika seorang hamba
berzina maka keluarlah darinya keimanan dan jadilah ia seperti awan mendung.
Jika ia meninggalkan zina maka kembalilah keimanan itu kepadanya,” (Shahih, HR
Abu Dawud no.4690).
Diriwayatkan
dari al-Miqdad bin al-Aswad r.a, ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda kepada
para sahabatnya, “Bagaimana pandangan kalian tentang zina?” Mereka berkata,
“Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkannya maka ia haram sampai hari kiamat.”
Beliau bersabda, “Sekiranya seorang laki-laki berzina dengan sepuluh orang
wanita itu lebih ringan daripada ia berzina dengan isteri tetangganya,”(Shahih,
HR Bukhari dalam Adabul Mufrad no.103).
sumber : www.islampos.com
Posting Komentar
ss