Ads (728x90)



 Seorang wanita baik-baik, ia sholehah dan penurut kepada orang tuanya, sebut saja namanya Husna. Diusianya yang kedua puluh ia dijodohkan dengan seorang pemuda putra Kiyai terpandang, saat berta’aruf pemuda itu ucapnya santun berkilau, lakunya baik gemilau. Pemuda itu membuat Husna dengan kerelaan hati menerimanya sebagai pelabuhan cinta. Sebagai suami.

Namun sebulan setahun perjalanan kisah kasih mereka mulai terombang ambing badai kebohongan, ternyata sang suami tak sesantun saat pertama menyapa, tak sebaik saat pertama berjumpa. Ia perlihatkan sifat aslinya yang kasar, anak seorang Kiyai tidak berarti menjadikan lelaki itu soleh, suami Husna sering keluar malam pulang pagi, tidur siang bangun senja. Sungguh bathin dan raga Husna bagai tertusuk-tusuk panah yang tak henti menghunus. Ia tak kuasa menceraikan sang suami karena malu terhadap orang tua dan masyarakat. Husna dan suaminya dipandang sebagai keluarga baik, padahal didalam rumah Husna terpenjara kebohongan sang suami yang bertubi-tubi melukai.

“Ya Allah, Aku sudah berusaha mencari suami yang soleh menurut penglihatan mataku, menurut pendengaran telingaku, dan menurut perasaan batinku, tetapi mengapa ?, mengapa engkau jodohkan aku dengan lelaki yang jangankan membahagiakanku, menyapaku dengan senyum pun ia tiada mau. Ya Allah, adakah yang salah dengan hamba-Mu ini ?”, lirih Husna dalam hampar sajadah berteman air mata.

Kisah diatas mungkin teralami juga oleh sebagian orang, maka jelas jodoh adalah sebuah “misteri”, orang yang sedang disampingmu belum tentu menjadi jodoh sejatimu, suami atau istrimu belum tentu jodoh abadimu. Maka sederet kehidupan tetaplah akan tertimbun longsor segumpal serintik batu ujian. Pasangan yang baik bisa jadi ujian, pasangan yang buruk bisa jadi kenikmatan. Tergantung bagaimana iman berperan didalamnya.

Mungkin lisanmu akan berucap “Aduh so sweeeeeet” saat membaca romansa cinta antara Muhammad dan Khodijah, antara Fatimah dan Ali, atau antara Ibrahim dan Hajar. Mereka berpasangan dengan kekasih yang sama-sama mulia hingga dramanya mensenyumi dunia, hingga kisahnya sampai kesyurga. Tapi bagaimana jika didunia ini kita berdamping berpasang, berpeluk berdekap, dengan pasangan yang keji lagi jahat ?, seperti kisah Husna diatas ?

Mari sejenak menengok rumah seorang Asiyah, drama percintaannya dibumbui dengan asamnya ujian. Yang seharusnya kekasih semadu secinta menjadi kereta menuju syurga Illahi , akan tetapi kebebalan sang suami membuat mereka terpisah, Asiyah pergi ketaman taqwa, suaminya pergi kegurun dosa. Itulah, Asiyah memang solehah, tetapi Allah uji dengan menyandingkan raganya bersama makhluk terlaknat yang sudah tervonis masuk kepenjara neraka, Fir’aun.

Namun meski demikian, Asiyah tetap memegang iman dalam kepalan yang sulit terlepas, ia menjalani mahligai kasih bukan “dengan siapa”, tetapi “karena siapa”. Jadi siapapun pendamping hidup, mau baik mau jahat, mau santun mau kasar, mau soleh mau bebal. Jika semuanya terjalani karena Allah maka insya Allah. Hadiah bernama syurga akan diberikan atas prestasinya mengalahkan keputus asaan dengan kesabaran.

“Bangunkan untukku rumah disisi-MU, disyurga terjanji itu”, itulah sebait do’a pamungkas seorang Asiyah dengan keyakinan melangit. Bahwa asam kesabaran akan terbalas manis kenikmatan. Dan sungguh tiada cicipan paling nikmat selain ridho Allah yang bersanding dengan hidangan lezat bernama Syurga. Asiyah pun bertemu jodoh abadinya disyurga kelak. Insya Allah.

Maka resapilah, Jodoh itu sudah tertulis, tidak akan tertukar, yg kemudian menjadi ujian bagi kita adalah bagaimana cara menjemputnya, jika caramu seperti fatimah, insya allah jodohmu spt Ali, jika caramu seperti ummu jamil, jodohmu bisa seperti abu lahab.

Tapi jodoh jua adalah taqdir, seperti Asiyah yg ditaqdirkan berjodoh dgn fir'aun, namun karena hidupnya karena Allah, ia tetap mulia dan berjodoh dgn penghuni Syurga, sekalipun suaminya terlaknat

Jadi intinya... yg terpenting bukan dgn siapa kita berjodoh, tapi karena siapa kita berjodoh, beda cara beda rasa dalam cinta, dan tentu beda keberkahan, jika caranya baik... bersiaplah ! Syurga merindukanmu.

Duhai kaum hawa yang semoga tetesan keteguhan Asiyah merintik digersangnya hidupmu, mengertilah bahwa penderitaan seorang wanita bukan dimulai dari rahim siapa ia dilahirkan, tetapi penderitaan seorang wanita dimulai saat ia salah memilih pendamping. Jika sudah terlanjur salah memilih pendamping maka perankan Asiyah dalam lika-liku rumah tanggamu.

Lalu jika kebersamaan itu tetap mengguyur derita yang tak pernah reda, boleh curhatkan kepengadilan agama. Jika ketuk palu berbicara untuk bercerai, bercerailah !, engkau tetaplah manusia, engkau berhak untuk bahagia.

Perceraian adalah cara halal yang dibenci Allah, namun jika itu terpaksa terjadi maka akhiri seperti berakhirnya hujan. Walau rintikannya reda tetapi hujan selalu meninggalkan pelangi setelah kepergiaannya.

Mari berdoa, semoga jodoh kita seindah senyuman. Semoga tak ada perceraian dalam berai kehinaan, semoga tidak ada derita dalam pukulan kebohongan. Semoga jodoh kita adalah jodoh dunia Akhirat, seutuhnya, sepenuhnya. Aamiin.

(By: Abdullah Izzuddin)

Posting Komentar

ss